Oleh Indra Setiawan, S.H.,M.H

Seorang jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan Sumatera Utara (Sumut) Jovi Andrea Bachtiar, 28 tahun ditangkap dan dipenjarakan Polres Tapanuli Selatan sejak tanggal 22 Agustus 2024 karena diduga memposting dimedia sosial yang bermuatan pencemaran nama baik terhadap staf Tata Usaha Kejari Tapsel yang bernama bernama Nella Marsela yang dituduh menggunakan mobil Kajari untuk pacaran. Atas perbuatan Jovi tersebut, korban membuat laporan polisi di Polres Tapanuli Selatan dengan nomor LP/ B/177/V/2024/ SPKT / POLRES TAPSEL/ POLDA SUMUT tanggal 25 Mei 2024.

Sebelumnya Pihak Penyidik Polres Tapsel telah memanggil Jovi untuk dimintai keterangan atas postingannya. Akan tetapi Jovi tidak memenuhi pemanggilan dari penyidik dengan alasan surat panggilan tidak dilengkapi ijin dari Jaksa Agung. Setelah mangkir dari panggilan pihak penyidik Polres Tapsel, kemudian pada kamis tanggal 22 Agustus 2024, Jovi di tangkap dan ditahan oleh Penyidik Polres Tapanulis Selatan atas dugaan pelanggaran Pasal 45 Ayat 1 Jo Pasal 27 Ayat 1 dan atau Pasal 45 Ayat 4 Jo Pasal 27 A UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Atas penangkapan dan penahanan jovi selaku Jaksa, sejumlah pihak mempersoalkan proses pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan oleh penyidik yang tidak melengkapi ijin dari Kejaksaan Agung. Namun apakah tindakan pro justicia penyidik yang dilakukan kepada Jovi sebagai seorang jaksa yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan ijin dari Jaksa Agung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 8 ayat (5) menyatakan bahwa “Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Tugas yang dimaksud Pasal 8 tersebut merujuk pada Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu

  • Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
  1. melakukan penuntutan; melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  2. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
  3. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
  4. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
  • Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
  • Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
  1. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
  2. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
  3. pengawasan peredaran barang cetakan;
  4. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
  5. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
  6. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Dalam kasus Jovi, yang mengkritik staf Tata Usaha Kejari Tapsel yang bernama Nella Marsela menggunakan mobil dinas untuk pacaran apakah dalam rangka menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dan apakah Jovi memiliki Surat Perintah Tugas untuk mengkritik Nella Marsela melalui media elektronik.

Merujuk pada Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia terlebih tidak dilengkapi Surat Perintah Tugas dari Kejari Tapsel, tentu kritikan melalui media sosial yang bermuatan pencemaran nama baik bukan merupakan tugas jaksa. Sehingga tindakan Pro Justicia penyidik Polres Tapsel terhadap Jovi tidak harus memerlukan ijin dari Jaksa Agung, dah oleh karenanya pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jovi adalah sah menurut hukum.

Penangkapan dan Penahanan terhadap Jovi selaku Jaksa Fungsional Kejari Tapsel yang dilakukan oleh Polres Tapsel sangat berlebihan, dalam perkara Nomor 202/Pid.Sus/2023/PN. Jkt Tim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan terdakwa atas nama Haris Azhar yang dijadikan tersangka dugaan melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atas pelaporan Luhut Binsar Panjaitan selaku Menko Kemaritiman dan Investasi, tidak dilakukan Penangkapan, Penahanan dan bahkan terdakwa Haris Azhar divonis bebas oleh hakim karena apa yang disampaikan oleh Terdakwa adalah Kebebasan berpendapat dan berkespresi yang dijamin dan dilindungi oleh hukum.