Bahwa dasar hukum mengajukan gugatan Wanprestasi adalah berdasarkan ketentuan KUHPerdata indonesia, Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I., dan Ajaran Para Ahli Hukum/doktrin, sebagai berikut:
Pasal 1234 Kitab Undang-Undang, ada tiga hal bentuk wanprestasi yaitu:
– memberikan sesuatu
– Berbuat sesuatu
– Tidak berbuat sesuatu
Waprestasi” menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro SH. adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi”. (Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur, hal 17.) ;
Menurut R. Subekti ada empat macam parameter yang dapat dianggap melakukan wanprestasi, yaitu
- Tidak melakukan apa yang telah disangupi atau dilaksanakan
- Melaksanakan apa yang dijanjikan teapi tidak sebagaimana mestinya
- Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi:
Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Ketentuan di atas dapat diketahui bahwa ada dua kondisi kapan seseorang dianggap lalai atau cedera janji, yaitu:
- Dalam hal ditetapkan suatu waktu di dalam perjanjian, tapi dengan lewatnya waktu tersebut (jatuh tempo) debitur belum juga melaksanakan kewajibannya;
- Dalam hal tidak ditentukan suatu waktu tertentu, lalu kreditur sudah memberitahukan kepada debitur untuk melaksanakan kewajiban atau prestasinya tapi kreditur tetap juga tidak melaksanakannya kewajibanya kepada kreditur.
Pasal 1239 KUHPerdata menyatakan:
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.”
Pasal 1246 KUHPerdata menyatakan:
“Biaya, Ganti Rugi Dan Bunga, Yang Boleh Dituntut Kreditur, Terdiri Atas Kerugian Yang Telah Dideritanya Dan Keuntungan Yang Sedianya Dapat Diperolehnya”.
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan “Semua persetujuan yang dibuat secara sah sesuai dengan undang-undang berlaku