Oleh : Budi Prasetiyo
Kabupaten Bungo, Jambi, dikenal sebagai salah satu daerah dengan geliat ekonomi yang cukup stabil di tengah dinamika nasional. Dari kebun sawit, karet, hingga perdagangan, Bungo menyimpan potensi besar untuk memperkuat kekuatan fiskalnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bungo memang belum mendominasi APBD. Tahun 2025 misalnya, target PAD ditetapkan sebesar Rp 230,86 miliar, namun hingga September baru terealisasi Rp 116,94 miliar atau sekitar 50,65%. Dari jumlah itu, kontribusi terbesar berasal dari retribusi daerah sekitar Rp 72,81 miliar dan pajak daerah Rp 29,81 miliar. Angka ini menunjukkan geliat, tapi juga sekaligus tantangan bagi Bungo untuk lebih optimal menggali sumber penerimaan.
Sebagian besar anggaran daerah masih bergantung pada transfer pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), hingga Dana Desa yang pada 2025 mencapai Rp 121 miliar untuk 141 desa. Namun, geliat sektor perkebunan, tambang, hingga UMKM, memberi harapan baru bahwa Bungo bisa berdiri lebih mandiri. “Kalau kita bicara kekuatan fiskal, kuncinya ada di bagaimana daerah bisa menggali potensi pajak dan retribusi dengan transparan dan efisien,” ujar seorang pengamat kebijakan daerah. Menurutnya, digitalisasi sistem pajak bisa menutup celah kebocoran sekaligus memudahkan masyarakat membayar kewajiban.
Di sisi lain, belanja daerah juga perlu diarahkan pada hal-hal produktif. Selama ini, porsi belanja pegawai masih cukup besar. Akibatnya, ruang fiskal untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan menjadi terbatas. Padahal, dengan jumlah penduduk sekitar 373 ribu jiwa, kebutuhan pembangunan terus meningkat.
Meski begitu, Bungo punya sejumlah aset unggulan:
• Perkebunan sawit dan karet yang luas.
• Sektor pertambangan di beberapa kecamatan.
• Perdagangan dan jasa yang tumbuh seiring pembangunan jalan lintas Sumatera.
Jika dikelola dengan baik, sektor-sektor ini bisa mendongkrak PAD lewat pajak, retribusi, maupun kontribusi BUMD. Ke depan, tantangan Bungo adalah membangun kemandirian fiskal. Artinya, tidak hanya bergantung pada pusat, tapi berani berinovasi dalam menggali potensi lokal. Transparansi pengelolaan keuangan, kemudahan layanan pajak, dan pengembangan investasi daerah menjadi kunci.
Dengan strategi yang tepat, Bungo bukan hanya sekadar “penerima dana pusat”, tetapi bisa menjelma sebagai daerah yang kuat secara fiskal, mampu membiayai pembangunan dari hasil kekayaan daerahnya sendiri