Bungo, 15 Agustus 2023

No        : 01/Pdt.G/LBH-PK/VIII/2023

Hal       :  JAWABAN TERGUGAT IV

Kepada Yth.

Ketua Majelis Hakim

Perkara Perdata No. 08/Pdt.G/2023/PN.Mrb

Di Pengadilan Negeri Muara Bungo

Jl. R.M. Thaher No. 495 Rimbo Tengah Kab. Muara Bungo.

Dengan hormat,

Perkenankan kami, yang bertandatangan dibawah ini:

Nama                     : RAMLAH

NIK                        : 1508115507570001

TTL                        : Empelu, 15 Juli 1957

Usia                       : 66 Tahun

Jenis Kelamin         : Perempuan

Pekerjaan               : Pedagang

Kewarganegaraan   : Indonesia

Alamat                   : Jl. Tanah Tumbuh RT 006 RW 002

                               Kelurahan Bungo Taman Agung

                               Kecamatan Bathin III Kabupaten Bungo Provinsi Jambi

Alamat Email          : pajarsidik223@gmail.com

Selanjutnya memberi kuasa kepada:

  1. INDRA SETIAWAN, S.H.,M.H
  2. Ridho Santoso, S.H.

Kesemuanya adalah Advokat berkewarganegaraan Indonesia, yang tergabung pada kantor Lembaga Bantuan Hukum Pelita Keadilan yang beralamat di Jl.Teuku Umar Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo Provinsi Jambi dengan alamat email lbhpelitakeadilanbungo@gmail.com. Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal  09 Maret 2023 yang telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan dengan register nomor 34/SK.PDT/2023/PN.MRB tanggal 14 Maret 2023, yang bertindak baik sendiri-sendiri muapun bersama-sama untuk dan atas nama pemberi kuasa selaku Tergugat IV dalam perkara No.08/Pdt.G/2023/PN.Mrb. Dalam hal ini hendak mengajukan Jawaban dengan uraian berikut ini :

  1. DALAM EKSEPSI :
  2. Eksepsi Kompetisi Absolut

PART I

Bahwa penetapan waris bukanlah merupakan wewenang dari Pengadilan Negeri, melainkan merupakan wewenang dari Pengadilan Agama dalam hal si pewaris dan ahli waris adalah orang yang beragama islam. Pada pasal 49 huruf b uu no. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama (“uu peradilan agama”) disebutkan bahwa: “…pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang: b. Waris..

Menurut Penjelasan Pasal 49 Huruf B Undang-undang Peradilan Agama Yang Berbunyi:

“…Yang dimaksud dengan “Waris” Adalah Penentuan Siapa Yang Menjadi Ahli Waris, Penentuan Mengenai Harta Peninggalan, Penentuan Bagian Masing-Masing Ahli Waris, Dan Melaksanakan Pembagian Harta Peninggalan Tersebut, Serta Penetapan Pengadilan Atas Permohonan Seseorang Tentang Penentuan Siapa Yang Menjadi Ahli Waris, Penentuan Bagian Masing-Masing Ahli Waris…”

Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa yang berhak untuk mengeluarkan Penetapan Ahli Waris Adalah Pengadilan Agama Bukan Pengadilan Negeri.

Bahwa tentang kompetensi mengadili perkara secara umum telah diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang menyatakan bahwa “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama”.

Bahwa mengenai tugas dan wewenang Pengadilan Agama yaitu: “Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah (Pasal 49 Undang Undang nomor 3 tahun 2006 jo Undang Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

Bahwa berkaitan dengan perkara yang memiliki persinggungan kompetensi antara pengadilan agama dengan Pengadilan Negeri telah dijelaskan kompentesinya pada Pasal 50 ayat (1) Undang Undang Nomor 3 tahun 2006 jo Undang Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menerangkan bahwa Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Sedangkan Ayat (2) pasal 50 tersebut menerangkan bahwa Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

Bahwa lebih lanjut SEMA Nomor 4 tahun 2016 Rumusan Kamar Perdata B.3. dan Rumusan Kamar Agama C.9. menjelaskan bahwa Sengketa hak milik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama merupakan kewenangan Pengadilan Agama, sepanjang sengketa kepemilikan tersebut timbul akibat dari transaksi pertama yang dilakukan oleh salah seorang ahli waris dengan pihak lain. Dalam hal sengketa kepemilikan yang timbul akibat dari transaksi kedua dan seterusnya, maka sengketa kepemilikan tersebut merupakan kewenangan Peradilan Umum untuk memutus dan mengadili.

Bahwa berdasarkan penjelasan pasal-pasal dan SEMA diatas maka terhadapnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Apabila terjadi sengketa hak milik diantara subjek hukumnya orang-orang yang beragama Islam dan sepanjang sengketa kepemilikan tersebut timbul akibat dari transaksi pertama yang dilakukan oleh salah seorang ahli waris dengan pihak lain maka sengketa tersebut menjadi Kewenangan Pengadilan Agama;
  2. Apabila terjadi sengketa hak milik diantara subjek yang mengajukan sengketa hak milik tersebut, merupakan orang-orang yang bukan menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama, maka sengketa tersebut menjadi Kewenangan Pengadilan Negeri;

 Incasu, petitum gugatan penggugat poin 2 yang pada pokoknya meminta Pengadilan Negeri Muara Bungo agar memberikan amar putusan yang isinya menyatakan tanah objek sengketa adalah hak milik ahli waris adalah tidak dapat dibenarkan karena penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris sesuai norma hukum waris yang berlaku adalah wewenang Pengadilan Agama sehingga dengan demikian menurut hukum Pengadilan Negeri Muara Bungo tidak berwenang menentukan siapa-siapa ahli terlebih lagi menetapkan Penggugat sebagai ahli waris  pemilik tanah objek sengketa, adalah diluar batas yurisdiksi Peradilan Umum.

pART ii

Bahwa dalam gugatan Penggugat poin 4 halaman 7 yang pada pokoknya menerangkan bahwa ahli waris Ismail F ada 8 (delapan) yakni:

  1. nasrun
  2. Nurbaiti
  3. Nurhayati
  4. Syaiful orlabdo
  5. Nuraini
  6. Nurlaili
  7. Nurbadriati
  8. Izuddin

Bahwa dalam gugatan Penggugat hanya terdiri dari 6 Penggugat yaitu:

  1. Nurbaiti
  2. Nurhayati
  3. Syaiful orlabdo
  4. Nuraini
  5. Nurlaili
  6. Kasmawati (istri alm nasrun)

Bahwa berkaitan dengan dalil posita dan petitum Penggugat yang mendeklar sebagai ahli waris Ismail dan meminta objek sengketa ditetapkan milik ahli waris ismail, maka diperlukan analisis hukum berdasarkan alat bukti tentang apakah Para Penggugat memiliki hubungan hukum dengan Ismail, apakah NURBADRIATI dan IZUDDIN yang tidak didudukan sebagai Pihak dapat diberikan status hukum sebagai Ahli Waris, apakah Kasmawati selaku Istri alm Nasrun dapat didudukan sebagai Ahli Waris Ismail, semua analisis hukum tersebut termasuk penerapan hukumnya meskipun telah memasuki pokok perkara, namun merupakan Yurisdiksi dari Pengadilan Agama dan bukan Peradilan Umum. Sehingga dalam hal ini Pengadilan Negeri Muara Bungo tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili pokok perkara.

  1. Eksepsi Gugatan Kurang Pihak (Plurium Litis Concortium)

Bahwa dalam gugatan Penggugat poin 4 halaman 7 yang pada pokoknya menerangkan bahwa ahli waris Ismail F ada 8 (delapan) yakni:

  1. nasrun
  2. Nurbaiti
  3. Nurhayati
  4. Syaiful orlabdo
  5. Nuraini
  6. Nurlaili
  7. Nurbadriati
  8. Izuddin

Bahwa dalam surat gugatan hanya ada 6 (enam) Penggugat yaitu:

  1. Nurbaiti
  2. Nurhayati
  3. Syaiful orlabdo
  4. Nuraini
  5. Nurlaili
  6. Kasmawati (istri alm nasrun)

Bahwa dalam gugatan Penggugat, ternyata tidak mendudukan NURBADRIATI dan IZUDDIN sebagai pihak Penggugat, Tergugat atau Turut Tergugat. Padahal NURBADRIATI dan IZUDDIN memiliki keterkaitan dengan tanah objek sengketa dan untuk membuat terang dan jelasnya perkara aquo perlu menarik NURBADRIATI dan IZUDDIN sebagai Pihak. Namun ternyata NURBADRIATI dan IZUDDIN tidak ditarik sebagai Pihak, maka mengakibatkan gugatan penggugat kurang pihak (plurium litis consortium) dan karenanya gugatan  a quo haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.

Bahwa sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia no.621 K/Sip/1975 tanggal 15 Mei 1977 jo. no 151 K/Sip/1975 tanggal 13 Mei 1975. untuk lebih jelasnya , Tergugat akan mengutip kaidah hukum dari yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia no. 621 k/sip/1975 tanggal 15 mei 2977 jo. no 151 k/sip/1975 tanggal 13 mei 1975 sebagai berikut: “ semua pihak harus digugat, harus lengkap, jika tidak maka gugatan cacat formil”.

Bahwa menurut Yahya Harahap dalam bukunya berjudul hukum acara perdata pada halaman 112 yang berbunyi sebagai berikut: “bentuk error in persona yang lain disebut plurium litis consortium pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang di tarik sebagai penggugat: tidak lengkap, masih ada orang lain yang mesti ikut bertindak sebagai penggugat atau tergugat. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas tepat apabila majelis hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet  ontvankelijke verklaard).

  1. eksepsi gugatan daluwarsa

Bahwa berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997  Tentang Pendaftaran Tanah memang menentukan bahwa:

“Dalam hal atas suatu bidang sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut”.

Bahwa dalam praktik peradilan perdata, Mahkamah Agung RI melalui Putusan Nomor 1934 K/Pdt/2022 tanggal 22 Juni 2022 halaman 8, berpendapat bahwa judex facti salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Bahwa atas tanah objek sengketa telah terbit bukti hak kepemilikan yang kuat berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 3770 atas nama Halilintar Anofial Asmid/Pemohon Kasasi I pada tahun 1998;
  2. Bahwa lebih dari 5 (lima) tahun sejak sertifikat diterbitkan tidak satupun pihak yang mengajukan keberatan atau gugatan atas sertifikat tersebut;
  3. Bahwa dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Termohon Kasasi tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan haknya atas tanah objek sengketa;

Bahwa berdasarkan norma hukum tersebut diatas, peradilan secara konsisten menolak tuntutan terhadap sertifikat yang telah terbit lebih dari 5 (lima)tahun. In casu, Penggugat mengajukan tuntutan hak terhadap Sertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun Tahun 2007 seluas 2.065 atas nama Ramlah, telah lebih dari 5 (lima) tahun sejak sertifikat tersebut diterbitkan. Maka demikian berdasarkan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tuntutan Penggugat haruslah ditolak.

  1. Eksepsi Surat Kuasa Cacat Formil

          Bahwa Para Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Muara Bungo melalui kuasanya pada Kantor Lembaga Bantuan Hukum Bina Keadilan berdasarkan Surat Kuasa tanggal 21 Februari 2023. Bahwa dalam surat kuasa khusus 21 Februari 2023 tersebut hanya menyebutkan nama  Para Penggugat namun tidak menyebutkan siapa-siapa nama Tergugat sebagai pihak lawan dan objek sengketa diikuti dengan batas-batasnya.

Bahwa berdasarkan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Umum II dinyatakan bahwa surat kuasa harus dengan jelas menyebutkan kedudukan pihak-pihak yang berperkara.

Bahwa sesuai Putusan Mahkamah Agung Nomor 3412/1983 tanggal 24 Agustus 1983 dan Putusan Mahakamah Agung Nomor 57/Pdt/1984 tanggal 1 Mei 1985 menyatakan bahwa surat kuasa khusus yang tidak menyebutkan pihak yang hendak digugat tidak memenuhi syarat formil sebagai surat kuasa khusus, karenanya surat kuasa tersebut tidak sah.

Bahwa syarat formil yang harus dipenuhi bagi surat kuasa khusus menurut SEMA Nomor 2 tahun 1959 dalam memenuhi Pasal 123 ayat (1) HIR adalah:

  1. menyebutkan kompetensi relatif di pengadilan negeri mana kuasa itu dipergunakan mewakili kepentingan pemberi kuasa;
  2. menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak
  3. menyebutkan secara ringkas dan konkrit pokok dan objek sengketa yang diperkarakan antara pihak yang berperkara.

bahwa ketiga syarat tersebut bersifat kumulatif, karenanya jika salah satu syarat saja tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan surat kuasa khusus tersebut cacat formil, dan kedudukan kuasa sebagai pihak formil mewakili pemberi kuasa tidak sah, bahkan segala tindakan hukum yang dilakukan tidak sah dan tidak mengikat, karena tidak memiliki legal standing, sehingga gugatan yang diajukan oleh kuasa yang tidak sah berdampak hukum tidak sah pula gugatannya. Bahwa oleh karena kuasa Penggugat dinyatakan tidak memiliki legal standing dalam perkara aquo, maka gugatan tidak memenuhi syarat formal, sehingga gugatan patut dinyatakan tidak dapat diterima (Niet ontvankelijke verklaard).

  1. DALAM POKOK PERKARA
  2. Bahwa dalil-dalil yang telah Tergugat IV uraikan dalam eksepsi adalah satu kesatuan jawaban yang tidak terpisahkan.
  3. Bahwa Tergugat IV menolak seluruh dalil-dalil Penggugat kecuali yang diakui secara tegas oleh tergugat dalam jawaban ini.
  4. Bahwa dalil Penggugat pada Point point 19 halaman 10 yang menerangkan Tergugat IV membeli tanah dari tergugat I adalah keliru dan tidak benar, dikarenakan Tergugat IV tidak pernah membeli tanah dengan Tergugat I.
  5. Bahwa dalil Penggugat yang menerangkan bahwa Tergugat IV mendapatkan tanah dengan jual beli dengan Tergugat I adalah keliru. Oleh karenanya segala teks dalam konteks tersebut harus dinyatakan tidak terbukti dan karena itu harus ditolak.
  6. Bahwa Tergugat IV membeli tanah Tersebut dari Alm Syafiudin yang beralamat di Gang Kenanga RT 11 RW 04 Kelurahan Sungai Pinang Kecamatan Bungo Dani Kabupaten Bungo, yang kemudian terhadap jualbeli tersebut dituangkan dalam Akta Jual Beli tanggal 06 Juni 2007 Nomor 191/BT.III/2007 dibuat oleh Notaris Agus Sutrisno,S.H selaku PPAT Wilayah Kabupaten Bungo yang saat ini telah bersertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007 seluas 2065 atas nama Ramlah / Tergugat IV.
  7. Bahwa setelah membeli tanah tersebut, Tergugat IV menanam pohon pinang hingga sampai saat ini Tergugat IV menguasai secara terus menerus dan selama Tergugat IV menguasai tidak pernah ada pihak-pihak yang merasa keberatan dan/atau mengaku-ngaku.
  8. Bahwa dalil Penggugat pada point 21 halaman 11 yang menerangkan sertifikat Tergugat IV cacat hukum adalah tidak benar, dikarenakan sertifikat Tergugat IV adalah sah dibuat berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata jo Pasal 1338 ayat 3 jo SEMA No. 7 Tahun 2012 Jo SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 . Sehingga seluruh peralihan hak atas tanah tersebut dilakukan secara terang dan tunai. Dengan demikian menurut hukum, Tergugat IV adalah merupakan pemilik sah atas tanah bersertifikat Nomor 475 / 2007.

Demikian Jawaban dalam Rekonvensi ini kami sampaikan. Atas perhatian ketua Majelis Hakim kami ucapkan terima kasih.

DALAM REKONVENSI

Bahwa Tergugat IV yang semula adalah Tergugat IV dalam Konvensi dengan ini mengajukan gugatan kepada Penggugat dalam Konvensi dan untuk selanjutnya disebut sebagai Penggugat Rekonvensi. Bahwa mengingat ketentuan Pasal 157 dan 158 RBg serta Pasal 244 ayat (3) RV, maka demikian gugatan rekonvensi aquo mohon dapat diperiksa lebih lanjut;

Objek Sengketa Rekonvensi

Bahwa objek sengketa dalam gugatan Rekonvensi ini adalah tanah seluas 2065m2 dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007 seluas 2065 atas nama Ramlah.

  1. Bahwa Penggugat Rekonvensi adalah pemilik tanah bersertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007 seluas 2065 atas nama Ramlah, yang diperoleh dari jualbeli berdasarkan Akta Jual Beli tanggal 06 Juni 2007 Nomor 191/BT.III/2007 dibuat oleh Notaris Agus Sutrisno,S.H selaku PPAT Wilayah Kabupaten Bungo.
  2. Bahwa selama Penggugat menguasai objek sengketa rekonvensi selama 16 tahun secara terus menerus, tidak pernah ada pihak-pihak yang mendatangi Penggugat Rekonvensi dengan menyampaikan keberatan atas penguasaan yang Penggugat Rekonvensi lakukan selama bertahun-tahun. Semua berjalan aman dan tentram baik dari sisi pihak tanah perbatasan maupun asal usul pembelian.
  3. Bahwa tanah yang Penggugat Rekonvensi beli terhadap bukti kepemilikannya telah Penggugat Rekonvensi upgrade menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007. Maka berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah memang menentukan bahwa:

“Dalam hal atas suatu bidang sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam wakktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang pemegang sertifikat dan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut;”

  1. Bahwa Penggugat Rekonvensi adalah PEMBELI BERIKTIKAD BAIK, dengan penjelasan sebagai berikut;

Bahwa berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KHUPerdata terdapat kualifikasi pembeli beriktikad baik yakni sebagai berikut:

  1. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yaitu:
    • Pembelian tanah melalui pelelangan umum atau:
    • Pembelian tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, atau;
    • Pembelian terhadap tanah milik adat /yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu:
    • dilakukan secara tunai dan terang (diketahui Kepala Desa/Lurah setempat).
    • didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
    • Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
  2. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain:
    • Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;
    • Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
    • Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau;
    • Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.

Dalam praktik peradilan, pembeli beritikad baik dilindungi hukum, sebagaimana terdapat dalam Putusan MARI No. 251 K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958 yang pada pokoknya berrbunyi:

“Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik haruslah harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan dianggap syah”

Bahkan, sekalipun tanah tersebut diketahui kemudian diperoleh dari penjual yang tidak berhak, pembeli tetap dilindungi dan jual beli harus dianggap sah jika pembeli dapat membuktikan sebagai pembeli beritikad baik, sebagaimana diatur dalam dalam Surat Edaran MA No. 7/2012 yang berbunyi “perlindungan harus diberikan kepada pembeli beritikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak”.

Pembeli Beriktikad baik dalam yurisprudensi yaitu:

  1. Yurisprudensi MARI No. 112 K/Sip/1955 dan Putusan MaNo. 3447 K/Sip/1956), yang pada pokoknya berpendapat ” Bahwa pembeli yang sekali-kali tidak menduga bahwa (orang yang menjual suatu benda) bukan (satu-satunya) orang yang berhak.
  2. Putusan MA RINo. 242 K/Sip/1958 yang pada pokoknya berbunyi “pembeli yang tidak mengetahui adanya cacat hukum (dalam jual beli yang dilakukannya
  3. Putusan MA RI No. 1230 K/Sip/1980, yang pada pokoknya berbunyi “ pembeli tidak mengetahui telah dicabutnya surat kuasa oleh pihak pemilik asal, sehingga tidak mengetahui pemegang kuasa (penjual) sebenarnya tidak berwenang menjual tanah yang dibelinya.

Dalam perkembangannya, penafsiran pembeli berikhtikad baik yaitu:

  1. Yurisprudensi MARI Nomor 2318 K/Pdt/2009; Yurisprudensi MARI Nomor 2416 K/Pdt/2009; Yurisprudensi MARI Nomor 176 K/Pdt/2011, yang berbunyi “pembeli akan dianggap beritikad baik ketika membeli obyek sengketa (yang telah bersertifikat) di hadapan PPAT”.
  2. Yurisprudensi MARI Nomor 765 PK/Pdt/2009; Yurisprudensi MARI Nomor 710 PK/Pdt/2011; Yurisprudensi MARI Nomor 561 K/Pdt/2012; Yurisprudensi MARI Nomor 1090 K/Pdt/2013, yang berbunyi “ketika jual beli tanah dapat dibuktikan secara sah melalui bukti-bukti otentik mengenai kepemilikan tanah sebelumnya”
  3. Yurisprudensi MARI Nomor 2609 K/Pdt/2003, yang berbunyi “ketika terdapat risalah lelang yang dibubuhi irah-irah putusan yang dapat dieksekusi

Bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (“SEMA 4/2016”) memberikan kriteria pembeli beriktikad baik yakni sebagai berikut:

  1. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
  1. Pembelian Tanah melalui pelelangan umum, atau
  2. Pembelian Tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997) atau
  3. Pembelian terhadap Tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat, yaitu:
  4. Dilakukan secara tunai dan terang (dihadapan/diketahui Kepala Desa/Lurah setempat).
  5. Didahului dengan penelitian mengenai status Tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
  6. Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
    1. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal yang berkaitan dengan objek Tanah yang diperjanjikan, antara lain:
  7. Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau
  8. Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
  9. Terhadap objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau
  10. Terhadap Tanah yang bersertifikat telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.

Bahwa berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa:

”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Selain itu, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah telah pula mengatur bahwa:

  1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu;
  2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
  3. a) Jual beli;

Bahwa dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah bersertifikat telah menggantikan peran kepala persekutuan atau kepala desa dalam hukum adat. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah ini menjadi dasar apakah suatu perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dilakukan secara terang dan tunai.

Bahwa berdasarkan Bukti Sertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007 seluas 2065 atas nama Ramlah, diperoleh fakta hukum bahwa Penggugat Rekonvensi memperoleh tanah objek sengketa dengan melakukan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Agus Sutrisno,S.H selaku PPAT Wilayah Kabupaten Bungo, dan pembelian aquo telah dituangkan dalam Akta Jual Beli tanggal 06 Juni 2007 Nomor 191/BT.III/2007 yang dibuat oleh Agus Sutrisno,S.H selaku PPAT Wilayah Kabupaten Bungo. Sehingga seluruh peralihan hak atas tanah tersebut dilakukan secara terang dan tunai. Dengan demikian, menurut hukum, Penggugat Rekonvensi terbukti adalah pemilik sah atas tanah.

  1. Bahwa Penggugat Rekonvensi telah memiliki dan menguasai tanah objek sengketa sejak 2007 s.d 2023 secara terus menurut dan sekira 16 (enam belas) tahun lamanya tidak pernah ada yang mengganggu, atau mendatangi tanah objek sengketa dengan tuntutan.

Berdasarkan uraian di atas, maka Tergugat IV mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia, yang memeriksa serta mengadili perkara A Quo, berkenan memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:

  1. Dalam konvensi

DALAM EKSEPSI:

  1. Menerima Eksepsi Tergugat IV.
  2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).

DALAM POKOK PERKARA:

  1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).
  2. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara.
    1. dalam rekonvensi

dalam pokok perkara

  1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
  2. Menyatakan Penggugat Rekonvensi adalah Pembeli Berikhtikad Baik
  3. Menyatakan Sertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007 seluas 2065 atas nama Ramlah adalah sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
  4. Menyatakan Penggugat Rekonvensi adalah pemilik sah Sertifikat Hak Milik Nomor 475 Tahun 2007 seluas 2065 atas nama Ramlah
  5. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang ditimbulkan

Subsider

jika majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon kiranya memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Demikian jawaban ini kami sampaikan. Atas perhatian Ketua Majelis Hakim Perkara Perdata Nomor 08/Pdt.G/2023/PN.Mrb di Pengadilan Negeri Muara Bungo, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Kuasa Hukum Tergugat I

 

Indra Setiawan, S.H.,M.H                                                       Ridho Santoso, S.H