Makassar, 30 Mei 2023
Kepada Yang Terhormat
Ketua Pengadilan Tinggi Makassar
Di Pengadilan Tinggi Makassar
Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, Sangiang, Sulawesi Selatan.
Melalui
Yang Terhormat
Ketua Pengadilan Negeri Makassar
Di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA
Jl. R.A. Kartini No. 18/23, Makassar, Sulawesi Selatan,
Dengan hormat,
………………, Jenis Kelamin laki-laki, Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta, NIK. 7371040803660001, bertempat tinggal di Jalan Sawerigading No. 21 RT. 004/RW.003, Kelurahan Sawerigading Kecamatan Ujung Pandang, Kata Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Kewarganegaraan Indonesia, selanjutnya disebut sebagai ……………………………………………………………………………………. Pemohon Banding.
Melawan
………………, Tempat Lahir Barru, tanggal lahir 16 Juli 1945, Umur 77 Tahun, Pekerjaan Pengusaha, Agama Islam, Bertempat tinggal di Jalan Khairil Anwar No. 4 Rt.002/RW.003, Kelurahan Sawerigading, Kecamatan Ujung Pandang, Kata Makassar, selanjutnya disebut sebagai ……………………………………………….. Termohon Banding
Dalam hal ini hendak mengajukan memori banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 475/Pdt.G/2022/PNMks tanggal 04 Mei 2023. Adapun memori banding ini disusun dengan uraian sebagai berikut:
- Tentang Tenggang Waktu Pengajuan Banding
Bahwa Pembanding menyatakan banding pada hari rabu tanggal 17 Mei 2023. Oleh karenanya Permohonan Banding masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian mohon kiranya agar Ketua Pengadilan Tinggi Makassar berkenan menerima dan memeriksa permohonan ini;
- Tentang Amar Putusan
Amar Putusan sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 475/Pdt.G/2022/PNMks tanggal 04 Mei 2023.
- Tentang Dasar-Dasar Keberatan/Penolakan
Bahwa alasan hukum dalam permohonan banding ini adalah untuk menguji apakah judex facti dalam memutus perkara pada tingkat pertama telah melakukan hal-hal sebagai berikut ;
- Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
- Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Bahwa menurut Pemohon Banding, putusan Pengadilan Negeri Makassar telah mengandung kesalahan-kesalahan didalam pertimbangan-pertimbangannya sehingga menghasilkan keputusan yang keliru dan tidak benar. Oleh karenanya putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 475/Pdt.G/2022/PNMks tanggal 04 Mei 2023, patut untuk dibatalkan.
Adapun keberatan Pembanding adalah sebagai berikut:
Judex factie (JF) Melanggar Asas Kebebasan berkontrak
Bahwa dalam pertimbangannya JF halaman 18 paragraf ke-3 mengatakan bahwa :
Menimbang, bahwa karena wanprestasi haruslah muncul berdasarkan suatu perjanjian, sementara dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah tanggal 5 Juli 2015 antara Penggugat dan Tergugat tidak memperjanjikan mengenai kewajiban Penggugat untuk membayarkan kerugian Tergugat akibat sita bank sejumlah Rp.3.500.000.000,- (tiga milyar lima ratus juta rupiah) kepada Tergugat, maka mengenai tuntutan Tergugat agar Penggugat melakukan Pembayaran sebesar Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) ditambah kerugian sebagai akibat sita bank sebesar Rp.3.500.000.000,- (tiga milyar lima ratus juta rupiah) kepada Tergugat sebagai pelaksanaan prestas Penggugat adalah tuntutan yang tidak beralasan hukum;
Bahwa dalam pertimbangannya JF halaman 19 paragraf ke 1 mengatakan bahwa :
Menimbang, bahwa atas adanya penolakan Tergugat tersebut-diatas, maka walaupun dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah fertanggal 5 Juli 2015 tidak mencantumkan tanggal jatuh temponya pelaksanaan perjanjian sebagai patokan untuk menyatakan lalainya Tergugat, namun penolakan Tergugat itu sendiri secara nyata menunjukkan bahwa Tergugat telah tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah tertanggal 5 Juli 2015, yang menyebabkan pelaksanaan perjanjian itu sendiri terhenti dan tidak dapat diteruskan
Bahwa dalam gugatan Penggugat maupun dalam jawaban Tergugat telah diuraikan bahwa Tergugat mengajukan penawaran ulang akibat dari ketidakpastian Penggugat memenuhi prestasi akhir yakni sisa pembayaran sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar). Begitu pula Penggugat telah mengajukan penawaran untuk dikembalikan Down Payment (DP) sebesar Rp.6000.000.000 (enam milyar) yang telah dibayarkan, yang mana kedua penawaran tersebut potensial dapat dijadikan addendum dalam perjanjian. Bahwa terhadap negosiasi ini/Tawar menawar seharusnya dilihat JF sebagai bentuk asas kebebasan berkontrak bukan justru membangun narasi sebagai bentuk penolakan dari Tergugat.
Bahwa terhentinya pelaksanaan perjanjian bukan sebabkan karena Tergugat menolak melaksanakan prestasi. Terhentinya prestasi bukan karena tidak ada prestasi dari Tergugat melainkan tidak ada batasan tenggang waktu melaksanakan prestasi pembayaran/pelunasan. Konkritnya sejak Penggugat membayar DP Rp.6.000.000.000 (enam milyar) pada tahun 2015 s.d 2021 atau 5 tahun berjalan mencerminkan tidak ada iktikad baik Penggugat melaksanakan kewajibannya baik sebagian maupun seluruhnya. Ketidakpedulian Penggugat untuk menuntaskan prestasi dalam kurun waktu 5 tahun dapat dibuktikan dengan somasi Penggugat yang baru dikirimkan pada tahun 2022.
Judex factie Keliru Mengkonstatir Fakta Hukum Wanprestasi
Merujuk pada angka 5 dan 6 serta pasal 1, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa wanprestasi terjadi jika prestasi pelunasan terhadap harga tanah telah dilaksanakan akan tetapi Akta Jual Beli (AJB) dan sertifikasi belum dilakukan pembuatan karena faktor penghalang dari salah satu pihak. Logika hukum induktifnya yaitu sebelum pelunasan itu terjadi, maka belum menimbulkan premis hukum yang mengarah pada wanprestasi.
In casu, Fakta hukumnya dipersidangan tidak ada 1 (satu) bukti pun yang membuktikan bahwa Penggugat telah melaksanakan prestasi berupa pelunasan sisa pembayaran sebesar Rp.5.000.000.000 (lima Milyar rupiah) melainkan masih tahap dalam perencanaan. Sedangkan permintaan pengosongan adalah persyaratan baru dari Penggugat yang tidak diperjanjikan dalam perjanjian sehingga aspek pengosongan objek sengketa tidak dapat diletakan sebagai kewajiban hukum dalam perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang wanprestasi dalam bentuk tiga hal prestasi yaitu:
– Memberikan sesuatu
– Berbuat sesuatu
– Tidak berbuat sesuatu
Bahwa dalam pertimabangan Judex Factie (JF), halaman 15 paragraf 2 yang menyatakan bahwa:
Menimbang bahwa karena wanprestasi merupakan tidak dilaksanakannya prestasi dalam perjanjian, maka dalam menilai apakah benar perbuatan Tergugat yang menolak mengosongkan dan menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat itu merupakan wanprestasi, Majelis hanya akan menilainya berdasarkan isi perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah tanggal 05 Juli 2015 itu sendiri, sedangkan hal-hal lain yang tidak diperjanjikan dalam perjanjian itu haruslah diabaikan.
Bahwa dalam hal ini Judex Factie (JF) yang menguraikan wanprestasi dengan parameter pengosongan objek sengketa akan tetapi klausa pengosongan tidak dipersyaratkan dalam perjanjian atau setidaknya bukan indikator wanprestasi, maka dalam ini JF telah nyata mengalami kekeliruan dalam mengkonstatir hukum yang selanjutnya keliru dalam menerapkan Pasal 1234 jo Pasal 1238 KUHPerdata.
Bahwa oleh karena putusan JF mengalami kekeliruan dalam mengkonstatir dan mengkualifisir hukum dalam Pasal 1234, 1238 KUHPerdata, maka putusan JF aquo patut dinyatakan batal demi hukum.
Judex factie Memberikan Framing Wanprestasi dan Inkonsistensi Dalam Kontruksi Hukum
Bahwa JF merumuskan masalah hukum pertama yakni dengan pertimbangan pada halaman 18 paragraf ke-2 yakni:
Menimbang, bahwa lalu kapankah pembayaran sisa harga jual beli tanah itu harus dilaksanakan Penggugat?
Bahwa untuk menjawab rumusan masalah tersebut, JF seharusnya merujuk pada pertimbangan sebelumnya berdasar pada bukti formil yang diajukan yakni perjanjian tanggal 05 Juli 2015. Dalam pertimbangan sebelumnya JF telah menyatakan bahwa:
Menimbang, bahwa atas adanya klausula angka 5 dan angka 6 serta Pasal 1 (Pernyataan dan Perjanjian) maka dapat diketahui bahwa tenggang waktu dilaksanakan prestasi oleh kedua belah pihak adalah ketika Penggugat membayar lunas sisa harga tanah dan setelah Tergugat menerbitkan sertifikat Hak Milik atas obyek sengketa;
walaupun tidak terdapat tanggal tertentu sebagai batas waktu penyelesaian prestasi, namun demikian dalam klausula angka 5 dan angka 6 serta Pasal 1 (Pernyataan dan Janji) Perjanjian Perikatan Jual beli Tanah itu, telah diperjanjikan mengenai syarat terselesaikannya jual beli atas obyek sengketa, yaitu bahwa jual beli baru dinyatakan terlaksana apabila telah dibuat dan ditandatanganinya Akta Jual Beli dihadapan PPAT.. dst.
Bahwa merujuk pada pertimbangan hukum tersebut, maka jawaban terhadap rumusan masalah hukum pertama tentang pembayaran sisa harga jualbeli yaitu pada saat pembuatan Akta Jual Beli dihadapan PPAT. Dalam arti yang lain, dapat dikatakan tidak ada kewajiban prestasi pelunasan sisa pembayaran sebelum AJB dibuat di PPAT, atau sebaliknya tidak ada kewajiban prestasi Tergugat untuk menerima sisa pembayaran dari Penggugat sebelum dibuatkannya AJB dihadapan PPAT. Maka dalam batasan ini, baik Penggugat maupun Tergugat sebagai para pihak dalam perjanjian, belum dapat dikatakan wanprestasi karena tidak ada konteks kewajiban yang harus dipenuhi dalam waktu tertentu.
Akan tetapi, JF membuat framing dengan implikasi Tergugat Wanprestasi. Framing ini ada dalam pertimbangan JF halaman 17-18 paragraf 6, menyatakan bahwa:
Menimbang, bahwa dalam dalil ke 9 hingga dalil ke 12 Jawabannya, Tergugat telah menyatakan bahwa Tergugat menolakan untuk mengosongkan dan menandatangani akta jual beli dengan alasan karena Tergugat menginginkan Penggugat bukan hanya membayarkan uang sisa harga tanah sebesar Rp.5.000.000.000 (lima Milyar rupiah) melainkan juga ditambah dengan kerugian Tergugat atas sita bank sebesar Rp, 3.500.000.000,- (tiga milyar lima ratus juta rupiah) sehingga nilai keseluruhan yang harus dibayarkan Penggugat kepada Tergugat adalah sebesar Rp.8.500.000.000,- (delapan milyar lima ratus juta rupiah);
Bahwa atas pertimbangan tersebut kemudian JF membuat rumusan masalah hukum kedua yakni: Bahwa dengan kondisi sebagaimana tersebut diatas maka siapakah sebenarnya yang telah wanprestasi? Tergugat ataukah Penggugat?
Bahwa jawaban Tergugat/Pembanding pada poin 9 s.d 12 maupun gugatan Penggugat bukan saling menolak pembayaran atau menerima pembayaran melainkan saling memberikan penawaran. Akan tetapi judex factie justru mengkualifikasi negosiasi ini menjadi bentuk penolakan dari sisi Tergugat. Padahal negosiasi ini mengandung kebolehan hukum dan bukan bentuk larangan hukum positif maupun dalam perjanjian. Atas kekeliruan kualifikasi ini, tentu JF tidak imparsial, dan tidak mengkontruksikan fakta hukum yang benar. Kekeliruan penafsiran negosiasi menjadi penolakan inilah yang kemudian dijadikan sandaran JF untuk menjustifikasi Tergugat melakukan wanprestasi.
Bahwa seharusnya JF bersikap objektif dan konsisten dengan pertimbangan sebelumnya yang pada pokoknya menyatakan “tenggang waktu dilaksanakan prestasi oleh kedua belah pihak adalah ketika Penggugat membayar lunas sisa harga tanah dan jual beli baru dinyatakan terlaksana apabila telah dibuat dan ditandatanganinya Akta Jual Beli dihadapan PPAT”.
Ketika JF menyatakan Tergugat wanprestasi dengan menggunakan parameter penolakan pembayaran, yang seharusnya merujuk pada pertimbangan sebelumnya yakni tentang tenggang waktu pelaksanaan sampai dengan dibuatnya AJB, maka disinilah inkonsistensi dan kekeliruan kontruksi hukum JF dalam menerapkan fakta hukum. Sehingga berimplikasi pada kesimpulan wanprestasi yang bersandar pada penolakan.
Bahwa oleh karena JF tidak konsisten dan keliru dalam mengkonstruksikan fakta hukum, sehingga berakibat pada putusan yang keliru, maka berdasar hukum putusan JF aquo patut untuk dinyatakan batal demi hukum.
Judex Factie Tidak Menggali Nilai Keadilan Secara Imparsial
Bahwa pertimbangan judex facti pada halaman 9 yang mempertimbangkan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat yaitu sebagai berikut :
- Fotocopi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah tertanggal 5 Juni 2015, sesuai asli diberi tanda bukti P-1;
- Fotocopi kwitansi tanda terima dari H.M.Aksa Mahmud (Bosowa) sebesar 3 (tiga) milyar rupiah) tertanggal 5 Juni 2015, sesuai asli diberi tanda bukti P-2;
- Fotocopi kwitansi tanda terima H.M.Aksa Mahmud sebesar lima ratus juta rupiah) tertanggal 2 Juli 2014, sesuai asli diberi tanda bukti P-3;
- Fotocopi kwitansi tanda terima dari H.M.Aksa Mahmud sebesar Rp. Lima ratus juta rupiah) tertanggal 10 April 2015, sesuai asli diberi tanda bukti P-4
- Fotocopi Surat Pernyataan Ali Waris nomor 08/450.5/KS/XI/2012 tertanggal 07/11-2-12, sesuai asli diberi tanda bukti P-5;
- Fotocopi Surat Keterangan Nomor 029/KS/I/2014 tertanggal 28 Februari 2014, sesuai asli diberi tanda bukti P-6;
- Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang PBB Perkotaan dan Pedesaan tahun 2016 atas nama Yamsul Arif, sesuai asli diberi tanda bukti P-7;
- Fotocopy Surat Keputusan Walikota Makassar tertanggal 14 Juli 1956, sesuai asli diberi tanda bukti P-8
- Fotocopy Surat Ukur Nomor 39/1982, sesuai asli diberi tanda bukti P-9;
- Fotocopy surat pemberitahuan/teguran ke 2 tertanggal 26 September 2022, sesuai asli, diberi tanda bukti P-10;
- Fotocopy Surat Pemberitahuan tertanggal 20 April 2022, sesuai asli, diberitanda bukti P-11;
Bahwa bukti surat yang di ajukan oleh Termohon Banding membuktikan bahwa Termohon Banding telah menguasai surat asli tanah objek sengketa walaupun kewajiban pembayaran pelunasan belum dilakukan oleh Termohon Banding. Implikasinya adalah bagaimana mungkin pembanding memproses AJB sedangkan berkas asli dikuasai oleh Termohon Banding dengan cara-cara tipu muslihat.
Bahwa oleh karena surat-surat asli berada dalam kekuasaan Termohon Banding, sedangkan Termohon Banding belum melunasi sisa Pembayaran meskipun telah ditagih berkali-kali tetapi hasilnya nihil, maka bertahan diatas tanah objek sengketa adalah satu-satunya cara Pemohon Banding menyeimbangkan kekuatan antara penjual dan pembeli. Sebab tidak ada lagi kekuatan Pemohon Banding bilamana surat-surat asli tersebut disalahgunakan oleh Termohon Banding dan/atau sengaja membuat Termohon Banding dalam posisi yang lemah.
Bahwa kondisi yang tidak sehat ini seharusnya dilihat oleh Judex Factie sebagai bentuk iktikad tidak baik dari Termohon Banding. Bahwa oleh karena JF tidak berimbang dalam menggali nilai keadilan antara Pemohon Banding dengan Termohon Banding selaku para pihak dalam perjanjian, maka putusan aquo yang didasari atas pertimbangan yang tidak imparsial, maka patut untuk dibatalkan.
Judex Factie Menjatuhkan Amar Putusan Yang NonExecutable
Amar Putusan JF tidak memperhatikan legal standing Tergugat sebagai penerima kuasa yang melekat konsekuensi hukum kedepan bilamana terjadi Pencabutan Kuasa dari salah satu Ahli Waris sehingga akan menyebabkan Tergugat kehilangan kedudukan sebagai penerima kuasa untuk menandatangani AJB dan/atau pelaksanaan putusan lain.
Amar putusan aquo potensial tidak dapat dilaksanakan karena beberapa hal sebagai berikut:
- Kapan Penggugat akan membayar? dalam perjanjian maupun dalam amar putusan tidak secara limitatif mencantumkan batasan waktu pelaksanaan prestasi sehingga masih menimbulkan ketidakpastian hukum.
- Bagaimana jika Tergugat tidak bisa melaksanakan penandatanganan AJB dengan alasan yang dibenarkan oleh hukum diantaranya Tergugat tidak memiliki legal standing sebagai penerima kuasa karena pemberi kuasa mencabut kuasa atau karena meninggal dunia?
Oleh karenanya amar putusan aquo tidak berlandaskan pada asas ketidakpastian hukum dan kemanfaat. Menurut hukum, Putusan hakim yang mencerminkan kemanfaatan adalah ketika JF tidak saja menerapkan hukum secara tekstual, akan tetapi putusan tersebut dapat dieksekusi secara nyata sehingga memberikan kemanfaatan bagi kepentingan pihak-pihak yang berperkara dan kemanfaatan bagi masyarakat pada umumnya.
Bahwa Amar Putusan Aquo Adalah Implementasi dari unprofesional conduct, yakni:
Bahwa dalam pertimbangan JF halaman 20 paragraf ke-3, mengatakan bahwa
Menimbang, bahwa dengan telah beralihnya hak kepemilikan Tergugat kepada Penggugat pada saat diterimanya panjar Rp.6.000.000.000,-(enam milyar rupiah) oleh Tergugat maka dengan demikian timbul hak Penggugat untuk menuntut agar Tergugat atau siapapun yang memperoleh hak daripadanya untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa kepada Penggugat dengan keadaan baik, dan juga agar Tergugat menerima sisa pembayaran dari Penggugat sebesar Rp.5.000.000.000,-(lima milyar rupiah) sehingga oleh karenanya petitum angka 4 dan petitum angka 6 gugatan Penggugat haruslah dikabulkan
Bahwa pertimbangan tersebut adalah keliru, sepihak, dan menguntungkan pihak Penggugat dengan alasan bahwa perkara aquo adalah perkara wanprestasi dengan klimaks hukum agar para pihak memenuhi prestasi masing-masing. Dalam konteks ini, maka seharusnya ruang lingkup perintah pengadilan yang kemudian termuat dalam putusan condemnatoir wajib memperhatikan kontekstual perjanjian. In casu, bukanlah tentang sengketa peralihan hak milik melainkan
Bahwa dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Ri Dan Ketua Komisi Yudisial RI 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku, diatur bahwa :
Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yamg menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.
Bahwa oleh karena putusan aquo mengandung unprofesional conduct, maka berdasar hukum patut dinyatakan batal demi hukum.
Kerugian Pembanding/Tergugat Harus Diakomodir Oleh Hukum
Bahwa perjanjian aquo terjadi berlaku efektif sejak tanggal 05 Juni 2015 dengan diikuti pembayaran DP Rp.6.000.000.000 (enam milyar rupiah). Akan tetapi, oleh karena dalam perjanjian tidak mengatur tenggang waktu pelunasan sisa pembayaran, maka tidak ada kepastian hukum Penggugat kapan akan melaksanakan prestasi pelunasan. Oleh karenanya Tergugat datang dan menemui Penggugat untuk menagih sekaligus memperingati Penggugat untuk segera melunasi. Akan tetapi ternyata Penggugat tidak mengindahkan tagihan Tergugat setidaknya sejak tahun 2015 s.d 2022.
Bahwa terhadap penagihan sekaligus peringatan ini telah diakui oleh Termohon Banding atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh Termohon Banding, dan menurut hukum terhadap Penagihan ini dapat dikualifikasi sebagai somasi lisan dari Pemohon Banding.
Bahwa merujuk pada ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata menyatakan bahwa:
penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Bahwa ganti kerugian akibat kelalaian pembayaran tersebut dinormakan sebagai bentuk perlindungan hukum bagi kreditur sekaligus konsekuensi atas perbuatan wanprestasi debitur. Konsekuensi hukum yang harus ditanggung oleh debitur wanprestasi yaitu adanya kewajibkan membayar denda, bunga, pinalti, dll, dari debitur kepada kreditur.
In casu, dengan komparasi yang sama, Pemohon Banding selaku penjual harus mendapatkan perlindungan hukum atas molornya pembayaran pelunasan Termohon Banding, secara patut dan wajar melaksanakan pelunasan pembayaran atau setidak-tidaknya adanya pembayaran lanjutan. Namun fakta yang terjadi yaitu Termohon Banding sampai hari ini, setidaknya 5 tahun berlalu sejak 05 Juni 2015, tidak pernah melakukan pembayaran lanjutan baik sebagian maupun seluruhnya meskipun telah Pemohon Banding tagih dan peringatkan berkali-kali. Namun faktanya sejak 2015 s.d 2022 Termohon tidak segera melunasi bahkan sama sekali tidak ada indikasi untuk melunasi, justru Pemohon Banding ditipu oleh Termohon Banding yang mana Termohon Banding telah mengambil dokumen asli dengan iming-iming akan melunasi sisa pembayaran. Pengetahuan umum yang tidak perlu pembuktian yakni tidak mungkin penjual kendaraan menyerahkan surat asli BPKB kendaraan jika pembeli belum melunasi pembayaran kecuali didalamnya ada unsur tipu muslihat.
Akibatnya Pemohon Banding mengalami penderitaan kerugian seperti misalnya adanya inflasi harga tanah maupun penderitaan lain karena tidak dapat menikmati seutuhnya hasil penjualan termasuk adanya kerugian Rp.3.500.000.000 (tiga milyar lima ratus juta rupiah). Oleh karenanya adalah patut dan wajar apabila seharusnya kerugian Pemohon Banding yang ditimbulkan oleh Termohon Banding, diakomodir oleh hukum dengan hukum yang konkrit yakni Termohon Banding diwajibkan memberikan ganti kerugian sebesar Rp.3.500.000.000 (tiga milyar lima ratus juta rupiah) atau setidaknya adanya ganti kerugian secara patut dan wajar, sebagaimana kaidah hukum yang terkandung dalam Pasal 1243 KUHPerdata.
Bahwa oleh karenanya, mohon sekiranya Ketua Majelis Hakim Tinggi berkenan mengakomodir kerugian yang telah diderita oleh Pemohon Banding sebagai penjual akibat iktikad tidak baik Termohon Banding yang tidak pernah melaksanakan kewajiban lanjutan setidaknya sejak 2015 s.d 2022. Seharusnya putusan JF mendeskripsikan fakta hukum secara imparsial bukan justru mengkontemplasi wanprestasi dengan parameter menolak pembayaran padahal negosiasi. Untuk itu, mohon sekiranya Ketua Majelis Hakim Tinggi berenan untuk membatalkan putusan aquo.
Penutup
Bahwa berdasarkan uraian keberatan tersebut diatas, mohon sekiranya Ketua Majelis Hakim Tinggi Makassar berkenan menerima memori Pemohon Banding ini dan selanjutnya manjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut:
PERMOHONAN
MENGADILI
- Menerima permohonan banding Pemohon Banding dahulu Tergugat
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 475/Pdt.G/2022/PN.MKS tanggal 04 Mei 2023
MENGADILI SENDIRI
– Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
– Menghukum Terbanding dahulu Penggugat untuk membayar biaya perkara
Subsider
Mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequeo et bono).
Demikian Surat Memori Banding ini kami sampaikan. Atas perhatian Ketua Pengadilan Tinggi Makassar Cq Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami
………………….