Maria S.W. Soemardjono dalam buku ”Kebijakan Pertanahan; Antara Regulasi dan Implementasi”, Jakarta, Kompas, 2001, halaman 119, menyatakan bahwa syarat sahnya jual beli tanah menurut hukum adat adalah terpenuhinya tiga unsur, yaitu tunai, riil dan terang. Yang dimaksud dengan tunai adalah penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus lunas, serta selisih harganya akan dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk di dalam lingkup hutang piutang. Kemudian, sifat riil di sini maksudnya adalah kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, misalnya dengan diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian di hadapan kepala desa, serta sifat terang berarti jual beli dilakukan di hadapan kepala desa untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku;
Bahwa, meskipun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria merupakan hukum positif yang menganut prinsip-prinsip hukum adat, bukan berarti pemindahan hak atas tanah bersertifikat dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan, melainkan harus melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan bahwa ”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Selain itu, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah telah pula mengatur bahwa:

  1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
  2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
  3. Jual beli;

Bahwa dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah bersertifikat telah menggantikan peran kepala persekutuan atau kepala desa dalam hukum adat. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah ini menjadi dasar apakah suatu perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dilakukan secara terang dan tunai. Sedangkan pendaftaran tanah merupakan proses yang riil tentang adanya peralihan hak atas tanah dari satu pihak kepada pihak lain. Pendaftaran tanah menjadi salah satu indikasi peralihan hak kebendaan atas tanah dengan terbitnya sertifikat atas nama orang yang berhak atas bidang tanah tertentu;