Surat Edaran Mahkamah Agung  Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, memberikan penjelasan bahwa mengenai pengertian pembeli beriktikad baik sebagaimana tercantum dalam kesepakatan kamar perdata tanggal 9 Oktober 2014 pada huruf a disempurnakan sebagai berikut:
Kriteria pembeli yang beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KHUPerdata adalah sebagai berikut:
Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yaitu:

  • Pembelian tanah melalui pelelangan umum atau:
  • Pembelian tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 atau;
  • Pembelian terhadap tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu:
  • dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan / diketahui Kepala Desa/Lurah setempat).
  • didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
  • Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
  • Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain:
  • Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;
  • Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
  • Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau;
  • Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.

PEMBELI TIDAK BERIKTIKAD BAIK
Beberapa putusan MARI mengindikasikan tidak dilindunginya posisi Pembeli yang tidak hati-hati atau tidak cermat dalam memeriksa keabsahan tanah yang dibelinya, apalagi jika telah ada peringatan yang diberikan kepadanya. Dalam Putusan MARI No. 1861 K/Pdt/2005, misalnya, Pembeli tidak dilindungi karena Pemerintah Daerah telah memberi peringatan bahwa tanah tempat ruko dibangun tidak boleh dibanguni ruko. Selain itu, pembelian dari pemilik terdahulu – sementara hak milik tanah tersebut ternyata telah beralih ke orang lain, sepertinya juga dianggap sebagai risiko Pembeli. Dalam Putusan MARI No. 3070 K/Pdt/2003, misalnya, dipertimbangkan bahwa “jual beli tanah yang dilakukan dua kali, maka jual beli yang kedua harus dinyatakan tidak sah, karena pada waktu jual beli kedua itu pihak Penjual tidak lagi sebagai pemilik atas tanah yang dijual tersebut”. Oleh karenanya, Pembeli berkewajiban secara patut dan memadai untuk memeriksa keabsahan tanah yang dibelinya.

Di dalam putusan-putusan terdahulu, MARI bahkan terlihat lebih tegas lagi dalam menguji kehati-hatian dan kecermatan pembeli sendiri. Menurut MARI ketika itu, Pembeli tidak dapat dikualifikasikan sebagai Pembeli beritikad Baik, karena pada saat pembelian sama sekali tidak meneliti dan menyelidiki secara cermat hak dan status para penjual atas tanah terperkara (Putusan MARI No. 1816 K/Pdt.1989 dan Putusan MARI No. 4340 K/Pdt/1986). Putusan-putusan ini pada dasarnya menekankan kepada Pembeli

untuk tidak begitu saja percaya penjelasan Penjual, melainkan juga harus bertindak secara responsif (bertanggung jawab) mencari tahu dan meneliti terlebih dahulu, sebelum dan saat jual beli tanah dilakukan. Di bawah ini dapat dilihat beberapa hal yang seharusnya diperiksa oleh Pembeli menurut putusan-putusan yang telah berhasil kami telusuri:

  1. Adanya sertifikat hak atas tanah (Putusan MARI No. 765 PK/Pdt/2009);
  2. Kewenangan pihak yang mengalihkan, misalnya berlaku atau tidaknya surat kuasa (Putusan MARI No. 4340 K/Pdt/1986);
  3. Pihak yang secara nyata menguasai objek tersebut (Putusan MARI No. 1847 K/Pdt/2006; No. 1923 K/Pdt/2013);
  4. Jika terkait tanah waris, perlu dipastikan adanya persetujuan (semua) Ahli Waris (Putusan MARI No. 4340 K/Pdt/1986; No. 1816 K/Pdt/1989;
  5. Putusan PN Kutai Barat No. 22/Pdt.G/2013/PN.KUBAR); (5) Jika terkait tanah yang merupakan harta bersama (harta gono gini), perlu dipastikan adanya persetujuan pasangan (Putusan MARI No. 114 K/Pdt/2013);
  6. Perkara sengketa yang masih berjalan atau putusan pengadilan terkait tanah obyek jual beli (Putusan MARI No. 1861 K/Pdt/2005; No. 114 K/Pdt/2013);
  7. Status tanah, yaitu bahwa tanah yang berstatus tanah negara tidak dapat dijual belikan (Putusan Mahkamah Agung No. 429 K/Pdt/2003).

Apabila pembeli tidak memeriksa secara seksama dan meneruskan transaksi, maka pembeli tidak dikualifikasikan sebagai pembeli beritikad baik, sehingga secara hukum posisinya tidak dilindungi.
Putusan MARI No. 1816 K/Pdt/1989179 Hakim mempertimbangkan bahwa pembeli tidak beritikad baik, karena Pembeli dianggap tidak melakukan perbuatan apapun untuk meneliti objek jual beli. Putusan ini pada dasarnya mewajibkan Pembeli untuk bertindak responsif dalam meneliti fakta material terkait pembelian yang dilakukannya. Jika Pembeli buta huruf sehingga tidak mungkin membaca data yuridis, Pembeli juga dapat memeriksa data fisik, misalnya dengan bertanya kepada tetangga yang berbatasan dengan objek tanah, atau bertanya kepada Kepala Kampung.