Menurut Pasal 147 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), dalam hal gugatan perceraian dikabulkan oleh pengadilan, panitera Pengadilan Agama (“PA”) menyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami isteri atau kuasanya dengan menarik Kutipan Akta Nikah dari masing-masing yang bersangkutan. Panitera PA kemudian berkewajiban mengirimkan salinan putusan PA yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal isteri untuk diadakan pencatatan. Perlu diketahui bahwa tata cara perceraian secara umum antara lain diatur dalam Pasal 14 s.d. Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan(“PP 9/1975”).
Bagi pemeluk agama Islam, perceraian dianggap telah terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan PA yang telah berkekuatan hukum tetap. Panitera PA mengirimkan surat keterangan kepada masing-masing suami isteri atau kuasanya bahwa putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan merupakan bukti perceraian bagi suami dan bekas istri. Lalu, panitera PA membuat catatan dalam ruang yang tersedia pada Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan bahwa mereka telah bercerai. Catatan tersebut berisi tempat terjadinya perceraian, tanggal perceraian, nomor dan tanggal surat putusan serta tanda tangan panitera.
Apabila Pegawai Pencatat Nikah dengan Pegawai Pencatat Nikah tempat pernikahan mereka dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan PA dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat perkawinan dilangsungkan dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat Nikah Jakarta.
Panitera PA atau Pejabat PA yang ditunjuk berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan perceraian dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
Pencatatan ini dilakukan dalam register pencatatan sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (“Disdukcapil”) Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Setelah melalui tahapan demi tahapan pencatatan sipil, kemudian diterbitkanlah kutipan akta perceraian sebagai dokumen kependudukan
Jadi, setelah panitera PA atau Pengadilan Tinggi Agama itu mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah/Cerai, Pegawai Pencatat Nikah/Cerai tersebut kemudian mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu di Disdukcapil yang ditunjuk dan menerbitkan akta cerai. Lalu, akta cerai (sebagai bukti cerai) itu diberikan langsung kepada masing-masing suami dan istri yang bercerai melalui panitera.
Berdasarkan penjelasan di atas, untuk mendapatkan akta cerai pihak yang Anda datangi adalah panitera Pengadilan Agama tempat cerai diputuskan. Memang benar bahwa akta cerai itu diterbitkan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang ditunjuk oleh pengadilan, tapi khusus untuk orang yang beragama Islam akta cerai yang telah diterbitkan oleh Disdukcapil (sebagai instansi yang melakukan pencatatan perceraian) diberikan/diperoleh para pihak melalui panitera PA.
Syarat Memperoleh Akta Cerai
- Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.
- Memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) asli dan menyerahkan fotokopinya.
- Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (“PNBP”):
- Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Asli Surat Kuasa bermeterai 6000 yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.