Oleh Indra Setiawan, S.H.,.M.H, Ketua LBH Pelita Keadilan

Menanggapi pemberitaan yang terbuat dalam berita online Jambi Ekspress yang menginformasikan stockpile PT. SKE dan PT SGM yang bergerak di bidang penambangan batubara belum memiliki Tanda Daftar Gudang dan Penyimpanan. Kepala Dinas Perizinan Bungo, Ir Safrizal menyebutkan lokasi yang digunakan saat ini tidak masuk dalam kawasan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Bahkan, pihak Tata Ruang Dinas PUPR sudah pernah meminta perusahaan untuk pindah (https://jambiekspres.disway.id/read/684564/ketua-dprd-bungo-minta-instansi-terkait-ambil-tindakan-terhadap-stockpile-ilegal?sfnsn=wiwspwa).

Menanggapi pemberitaan tersebut, menarik untuk dikaji secara yuridis normatif apakah perusahaan batubara tanpa izin penyimpangan dapat dikualifikasi sebagai illegal mining? Dari segi istilah, penambangan ilegal atau dalam bahasa Inggris illegal mining terdiri dari dua kata, yaitu: illegal, yang artinya tidak sah, dilarang, atau bertentangan dengan hukum, dan mining, yang artinya penggalian bagian dari tanah yang mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan. Oleh karena itu yang dimaksud illegal mining dalam konteks ini adalah kegiatan penambangan yang dilakukan tanpa izin negara, khususnya tanpa hak atas tanah, izin penambangan, dan izin eksplorasi atau transportasi mineral.

Penambangan ilegal menimbulkan dampak, antara lain kerusakan lingkungan hidup, hilangnya penerimaan negara, timbulnya konflik sosial, serta dampak kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja/K3Parameter penambangan dikatakan ilegal atau tidak sah dikarenakan aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa izin adanya dari Pemerintah dan/atau penyalahgunaan izin sebagaimana mestinya.

Berkaitan dengan izin penambangan, dalam Pasal 1 UU Minerba terdapat 3 kategori jenis izin pertambangan yaitu:

  1. Izin Usaha Pertambangan (IUP)
  2. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
  3. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Dalam Hukum positif yang berlaku, penambangan ilegal merupakan salah satu dari tindak pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Terdapat 2 jenis sanksi bagi pelanggar ketentuan larangan UU Minerba yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan sanksi tambahan. Sanksi adninistratif bagi pelaku penambangan ilegal berupa:

  1. Peringatan tertulis
  2. Denda
  3. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi
  4. Pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, IUP Penjualan

Sedangkan sanksi pidana diatur di dalam BAB XXIII Pasal 158 s.d Pasal 165, yang merumuskan sebagai berikut:

Pasal 158 Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah)

Pasal 159 Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah)

Pasal 160 Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah). setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah)

Pasal 161 Setiap orang atau pemeegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).

Pasal 162 Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 163 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: Pencabutan izin usaha; dan/atau Pencabutan status badan hukum.

Pasal 164 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, dan Pasal 162 kepada pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa:

  1. Perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
  2. Perampasan kuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
  3. Kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.

Pasal 165 Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Berdasarkan ketentuan pidana tersebut, terdapat 7 jenis perbuatan pidana yaitu;

  1. Melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, IUPK
  2. Pemegang IUP, IPR, IPK, dengan sengaja menyampaikan laporan tidak benar
  3. Melakukan eksplorasi tanpa IUP, IUPK
  4. Mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan produksi
  5. Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK
  6. Merintangi kegiatan usaha
  7. Penyalahgunaan wewenang untuk mengeluarkan IUP, IPR, IUPk

Bahwa diantara perbuatan pidana dibidang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana diatur didalam UU Minerba, ketentuan yang sesuai dengan penambangan tanpa izin adalah Pasal 158, yang merumuskan bahwa: Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).

Terkait dengan Penyimpanan dan penimbunan diatur dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara yaitu;

Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dalam setiap tahapan kegiatan Usaha Pertambangan wajib melaksanakan kaidah pertambangan yang baik.

Pasal 41 ayat (1) memyatakan Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan ketentuan terkait jumlah, jenis, dan mutu hasil Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf i, sesuai dengan RKAB Tahunan yang telah disetujui yang paling sedikit terdiri atas:

  1. jenis komoditas tambang;
  2. jumlah dan mutu produksi untuk setiap lokasi Penambangan;
  3. jumlah dan mutu pencucian dan/atau Pengolahan dan/atau Pemurnian; dan/atau
  4. tempat penimbunan sementara (run of mine), tempat penimbunan (stockpile), dan titik serah penjualan (sale point).